Bulan Agustus adalah bulan Kemerdekaan RI. Pasti banyak perayaan di sana-sini. Mulai dari upacara, detik-detik proklamasi, lomba-lomba dan lain-lain. Bahkan anak-anak TK juga mengadakan karnaval.
Kita yang sempurna mungkin bersuka cita menyambut perhelatan akbar ini. Tapi mereka yang difabel dan OYPMK belum tentu merasakan hal yang sama. Terlebih di pelosok negeri yang kurang atau bahkan nggak pernah ada sosialisasi mengenai kusta.
Padahal OYPMK butuh bebas dan merdeka. Toh, virus kusta nggak seperti covid. Dia nggak mudah menyebar sekalipun kita tinggal dan berinteraksi langsung dengan pasien kusta.
Apalagi mereka yang sudah menyelesaikan semua rangkaian pengobatan atau release from treatment. Jadi, yuk beri mereka dukungan untuk bebas dan merdeka dalam segala bidang kehidupan.
OYPMK Adalah
OYPMK adalah orang yang pernah mengalami kusta. Mereka nggak lagi berpotensi menularkan virus kusta pada orang lain.
Bersamaan dengan moment Kemerdekaan RI, NLR Indonesia dan Ruang Publik KBR mengadakan Talkshow dengan tema “Makna Kemerdekaan bagi OYPMK”. Nara sumbernya adalah Kak Marsinah Dhede dan Dr. Mimi Mariani Lusli.
Kita pasti ingin tahu apa sih makna bebas dan merdeka bagi mereka?
Gangguan Bagi Pasien Kusta
Pasien kusta bukan hanya akan mengalami gangguan kesehatan lho. Mereka juga akan mengalami gangguan dalam hidupnya, seperti:
- Gangguan kesejahteraan psikologis.
- Gangguan hubungan sosial.
- Masalah dengan lingkungan sekitar.
Sehingga, saat mereka telah menyelesaikan rangkaian pengobatan dan menjadi penyintas kusta. Mereka akan sulit kembali ke masyarakat. Stigmatisasi atas keadaan mereka sebelumnya terlalu kuat untuk dihilangkan.
Lantas apa makna atau harapan mereka di moment Kemerdekaan RI kali ini?
Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK
Melalui ruang publik KBR, Kak Dhede dan Doktor Mimi akan bercerita mengenai suka dan duka saat mendapat vonis dan proses penyembuhan. Bagaimana melalui stigma kusta lantas cara bangkit dari stigma tersebut.
Kurang dan lebihnya akan kuceritakan sebagai berikut. Teman-teman bisa menyaksikan informasi selengkapnya melalui youtube channel Ruang Publik KBR ya!
Marsinah Dhede, Aktivis Difabel dan Perempuan
Marsinah Dhede adalah seorang aktivis Difabel dan Perempuan sekaligus penyintas kusta. Beliau terkena kusta sejak Sekolah Dasar (SD).
Tapi, karena dukungan dan pelukan keluarga. Beliau bisa mengikuti semua rangkaian pengobatan kusta. Meski harus berjuang karena harus berjalan kaki ke rumah sakitnya.
Meski begitu, bukan berarti Kak Dhede nggak mengalami stigmatisasi kusta. Beliau mendapatkannya dari lingkungan sekitar. Padahal, kala itu beliau masih anak-anak.
Merdeka adalah OYPMK bisa berbaur dengan masyarakat luas tentang hal apapun. Sehingga stigma akan terminimalisir dan nggak lagi membuat OYPMK menjadi pihak yang terkucilkan.
Mari mulai dari diri sendiri dan ajak keluarga untuk keluar dari stigmatisasi yang mengurung para difabel dan OYPMK.
Dr. Mimi Mariani Lusli, Direktur Mimi Institute
Dr. Mimi Mariani Lusli adalah seorang Direktur di Mimi Institute. Sebuah institute yang hadir pada tahun 2009 dengan visi menarik yaitu membantu para disabilitas untuk kehidupan yang lebih baik.
Ada beberapa kegiatan yang menjadi fokus Mimi Institute yaitu konsultasi, edukasi untuk anak berkebutuhan khusus dan masyarakat serta publikasi. Tentu semua kegiatan tersebut fokus pada visi mereka.
Menuruk dokter Mimi, sebenarnya penyandang disabilitas, baik itu karena kusta dan lain-lain, sudah mengalami stigmatisasi diri sendiri. Mereka akan merasa masa depannya suram karena disabilitas yang mereka alami.
Apalagi kalau stigmatisasi itu datang dari masyarakat. Hal itu mampu membuat perasaan negative naik level dengan tajam.
Dokter Mimi juga merasa kalau saat penyandang disabilitas menerima vonis. Mereka nggak mendapatkan persiapan apapun. Mengenai jalan keluar yang harus mereka ambil.
Seperti halnya beliau yang mengalami buta sejak berusia 17 tahun. Kurang adanya informasi mengenai apakah beliau bisa belajar braile dan lain-lain. Membuat para disabilitas nggak bebas dan merdeka memanfaatkan fasilitas umum dan urusan kehidupan lainnya.
Harapan beliau di moment ini adalah masyarakat bisa menghilangkan semua istilah yang menyudutkan para difabel. Cukup menyebut mereka sebagai OYPMK bukannya penderita dan sebagainya.
OYPMK Butuh Bebas dan Merdeka, Yuk Dukung Mereka!
Menurut Doktor Mimi, komunikasi bisa menghapus keraguan dan batas antara OYPMK dan masyarakat lain. Saat beliau mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang selama ini menyudutkannya dan menjelaskan perihal diri beliau yang nggak sesuai dengan anggapan tersebut. Mereka pun mulai menyadari bahwa apa yang mereka pikirkan selama ini telah salah.
Sementara menurut Kak Dhede, para OYPMK bisa ke luar dan berkarya kalau nggak ada batasan-batasan dari masyarakat. Apalagi kalau ada dukungan dari keluarga, sosial dan pemerintah. Nggak ada lagi yang mengkotak-kotakan OYPMK dan para difabel lainnya.
Artinya OYPMK butuh bebas dan merdeka. Nggak lagi merasa terkucilkan, bisa berbaur dengan masyarakat luas dan berkarya. Jadi, yuk dukung mereka. Kita bisa tolak stigma kusta dan terima orangnya. Bukan sebagai sesuatu yang menakutkan. Tapi sebagai sesama makhluk yang butuh bebas dan merdeka.